Benarkah mencintai haruslah tak punya ragu
Benarkah mencintai haruslah tak punya sangsi
Benarkah mencintai mampu membuat kuat
Dan sangsi yang membakar percaya
Dan ragu yang membenamkan cinta
Dimanakah kekuatan itu berada
Seberapa dalam ia melindungi hati
Seberapa dalam ia melindungi jiwa
Seberapa dalam ia melindungi kesucian
Benarkah wanita itu terlindungi?
Wanita itu nampak melemah
Kenangan akan suaminya perlahan mulai buyar
Di dalam jiwa tempat cintanya telah terisi keraguan
Di dalam jiwa tempat keyakinan telah terisi sangsi
Siang yang lalu merupakan godaan yang terhebat
Godaan bagi seseorang yang sendiri menanti
Godaan bagi seseorang yang lama menanti
Siang yang lalu adalah kekalahannya pertama pada rindu
Sangsinya telah membuka pertahanannya
Dia tersenyum sepenuh hati pada seorang penggoda
Meskipun hanya memberikan senyuman
Tetapi dia sadar itulah kekalahannya
Dan malam ini ia menyesal sejadi-jadinya
Ada sebuah rasa yang mencoba meraja disetianya
Sebuah rasa yang membuat dirinya merasa rendah
Ia menangis
Pikirannya berperang
Tetapi hatinya tak kuasa
Sang penggoda itu telah menempati hatinya
Sang penggoda itu telah menyusup disebuah ruang tersembunyi
Dan ia bingung menyesal ataukah gembira
Gembira karena hatinya tak kering lagi
Gembira karena ada jiwa yang akan melengkapinya
Gembira karena kesehariannya tak akan kusam
Akan ada warna dalam hidupnya yang monoton
Akan ada binar-binar menyusup dalam setiap pertemuannya
Akan ada binar-binar menyusup setiap sang penggoda memanggil dirinya
Malam itu ia habiskan waktunya untuk bersujud
Rasa yang menyusup itu ingin dibunuhnya
Tetapi ia tak mampu
Dan ia pun memohon pertolongan Sang Penciptanya
Meminta hatinya dibersihkan
Meminta hatinya dibebaskan
Rasa sangsi yang menguat
Rasa cinta yang bersemi dengan sang penggoda
Rasa rindu yang perlahan mati
Rasa setia yang akan terlupakan
Dia takut
Dia bimbang
Dia tahu senyum yang diberikan siang yang lalu adalah puncak gunung es
Senyum hanyalah puncak dari penerimaan dirinya
Dirinya menerima membuka hati untuk sang penggoda
Dirinya yang lain malu menerima kenyataan ini
Dirinya yang lain menyalahkan kelemahannya
Dirinya terbagi-bagi dalam bimbang, sangsi, rindu, setia, kesepian
Berkecamuklah semua
Sepertinya tak ada yang mau mengalah
Meskipun rindu mulai terkikis oleh sangsi
Meskipun setia mulai tak seketat mengikat hatinya
Dan bersujudlah ia kembali
Dan ia pun menutup malam itu dengan doa
'Duhai Sang Penciptaku...matikanlah benih-benih rasa yang menggodaku'
Tertidurlah ia meringkuk di atas sajadah
Biarlah tidurnya menawarkan kelelahannya
Biarlah tidurnya memberi sekedar ruang kosong buat hatinya
Setidaknya hingga pagi datang
Friday, April 30, 2010
Rindu yang Menggigit (2) - Godaan
Labels:
cerita cinta,
cerita puitis,
cinta,
puisi,
puisi cinta,
rindu,
RYM2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
air mata
akar
akhirat
Allah
angin
apresiasi
balon
bayangan
beban
benci
berkelana
bidadari
biji zarah
buah
buku
CCL(1)
CCL(2)
CCL(3)
CCL(4)
cemas
cerita
cerita absurd
cerita cinta
cerita puitis
cermin
cinta
cinta pergi
cita-cita
damai
danau
daun
detik
doa
dua sahabat
dunia
ekspresi
gadis
garis tangan
gerimis
gratis
gula
hak
hamba
harapan
harimau
hati
hidup
hujan
ide
ilmu
imajinasi
inspirasi
internet
istana
jarak
jeda
jejak
jemu
jerat
jiwa
kakek
kantuk
kelu
kenangan
kewajiban
khayalan
komentar
kondisi sosial
kotak pandora
kreasi
kunci
langit
langkah
lapar
lelaki
lucu
lupa
malam
mangga
mata
matahari
mendung
menikah
mentari
merdeka
mimpi
motivasi
Nabi Muhammad
nafas
naga
nasehat
noktah
ombak
paceklik
pagi
panah
pantai
pantun
pasir
pedagang
pelangi
pemain utama
pemanis
pemberani
pengelana
perasaan
percaya
perisai
perjuangan
pertanyaan
pesawat
pidato
pohon
prasangka
PRH1
PRH2
provokator
puisi
puisi absurd
puisi cinta
puisi islam
puisi jati diri
puisi motivasi
puisi rindu
purnama
pusaka
raja
razia
rindu
rintik-rintik
romantis
ruang hampa
ruang romantis
RYM1
RYM2
RYM3
RYM4
sahabat
sang penyair
sastrawan
sayap
sedih
sehat
selancar
semangat
sembunyi
semut
senang
sepi
sombong
sujud
surga
syair
syukur
tangga
tanya
tari
teh
terlena
timbangan
top up
tunggu
waktu
wudlu
No comments:
Post a Comment