Thursday, December 31, 2009

Aku Menantimu di Ujung Pelangi

Ketika langit biru dikunjungi pelangi berwarna-warni,
tahukah kamu aku menantimu
penuh rindu di ujungnya.

Tanganku menggenggam bidadariku,
aku ingin memamerkannya padamu.
Sudah lama kita tak bersua,
engkau jarang sekali turun ke bumi.

Ah aku tak bisa menyusulmu kesana.
Aku takut tersesat,
selain itu petanya tidak bisa didownload oleh gpsku.

Biar aku yang menantimu datang.
Setiap ada pelangi mataku selalu berbinar-binar.
Bergegas kubawa bidadariku,
sekejap aku di ujungnya.

Langit biru tak pernah menua,
pelangi demi pelangi tlah berganti.
Bidadariku masih setia menemaniku
namun kau tak pernah datang.
Meskipun hanya menyampaikan salam.

Wednesday, December 30, 2009

Puisi ini Untukmu

Jalan ini terlalu sepi untuk aku jalani sendiri.
Terlalu sedih untuk dilalui,
terlalu sayang tak berbagi tawa.

Bersamamu aku akan menjadi lelaki yang super.
Engkau menjadi tamengku,
engkau menjadi senjataku,
engkau menjadi partnerku.
Jubahku kan berkibar-kibar kegirangan.
Bersama kita akan melalui semua.

Puisi ini untukmu,
yang terluka disaat ku alpa.
Yang memendam rindu disaat ku tak ada.
Menerimaku apa adanya,
meskipun terkadang getir terasa.
Mungkin itulah perjalanan cinta,
dia ada untuk diuji.
Disirami oleh duka dan canda,
dilindungi oleh kelemahan dan cemburu,
ditata dengan kedewasaan dan kasih sayang.
Takkan pernah bersemi dalam kesendirian.

Puisi ini untukmu,
bunga rasa dariku.
Biar menjadi halte ekspresiku untukmu.
Jadikan dia temanmu disaat engkau memeluk rindu.
Jadikanlah dia senjatamu untuk mengusir cemburumu.

Puisiku ini untukmu.

Tuesday, December 22, 2009

Angan-Anganku

Angin berhembus membangunkan khayalku.
Bersandar di bawah pohon berlindung dari mentari.
Nafasku mulai tak terdengar.
Perlahan kesadaranku mulai terdesak.
Tak sadar aku mulai menjelajahi tingginya impian.

Mobilku berjajar-jajar,
dalam seminggu pun tak pernah usai aku menggilirnya.
Bajuku merah, mobilnya warna merah.
Bajuku biru, mobilku warna biru.
Ha ha ha benar-benar parlentenya aku.

Kerja dan liburan sama mengasyikkannya buat aku.
Tak ada boss yang suka mengatur-atur.
Keputusanku paten, resiko sekedar teman kejemuan adrenalinku.
Sudah terlanjur kaya, mana mungkin akan miskin.
Ha ha ha aku ini decission maker lho.

Semua pintu bisnis aku bisa buka.
Berurusan dengan pebisnis, pemerintah,
maupun pegawai semua terbuka dan sukses.
Nggak beres tidak ada dalam kamusku.

Tapi tunggu dulu,
apakah pintu surga dapat terbuka dengan kekayaanku, kepiawaianku?
Jika ditanya itu aku tak kan pernah yakin.
Apakah cukup dengan satu mobil saja aku dapat membukanya?
Akan kutanya penjaga pintunya,
bagaimana kalau mobil sport terbaru?
4000 cc, 5000 cc sebutkan saja merknya
aku bisa memberikannya sekejap mata.

Masih kurangkah?
Bagaimana kalau kapal pesiar, kapal terbang,
kalau perlu kapal selam?
Akan kutanya dia, dengan apa aku membeli surga?

Biar rapi kususun angan-anganku.
Kalau harus bersambung aku harus tahu apa yang kukejar.

Angin semilir membelai rambutku.
Rasanya dia memberitahu padaku,
harga surga yang ku tak tahu.

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato