Saturday, January 30, 2010

Ajarilah Bersyukur

Baginda ajarilah aku bersyukur
Untuk setiap kelipatan 1000 rupiah
yang kutrima
Untuk setiap uang yang kuderma

Baginda ajarilah aku bersyukur
Untuk perutku yang kenyang 3 kali sehari
Kelaparan aku tak rasa
Untuk setiap puasa yang sempurna

Baginda ajarilah aku bersyukur
Untuk rumah tempatku berteduh
Panas dan dingin tak mengganggu
Untuk raga dia mengusir lelah

Baginda ajarilah aku bersykur
Untuk keluarga yang kau titipkan
Tempat berbagi dan bercanda
Untuk rasa aman dan hangat berpadu
Sendiri tak memperkaya hati
Bersama memberi warna yang sejati

Baginda ajarilah aku bersyukur
Untuk menuliskan ini pada Mu
Agar selalu terjaga diri dan hati
Biar dia terpatri rapi
dalam setiap nadi yang kumiliki
dalam sumber degup setiap kali
dalam setiap langkah yang kulalui.

Amiin...

Karena Cinta Ada

Bayi mungil ditatap dengan sayang
Malam melelahkan terlewatkan dengan sayang
Tangisan merusak tidur dihadapi dengan sabar
Kepanikan tak mengerti bahasa tangis
Ini salah... begitu juga salah

Ayah atau bunda mengantar ke sekolah
Tak tenang, gelisah jika terlambat kabar
Makan didahulukan
Lelah dimalam terobati ketika memandang

Suami bekerja istri berdoa
Peluh diseka dengan sepenuh hati
Sakit saling merawat
Sehat berbagi canda

Rerumputan tersirami hujan
Ternak dan tumbuhan cukup pangan
Mentari bersinar dan hujan bergantian
Cinta yang diberi patut disyukuri

Friday, January 29, 2010

Sepasang Sepatu Tua

Jikakah cinta seperti sepatu tua
Lusuh, kusam, penuh luka dan tanda
Tak ada mau yang menyentuh
Membiarkannya disudut gudang berdebu
Atau membuangnya dengan tutup mata

Bilakah cinta menua seperti sepatu tua
Kerut-kerut mengernyitkan empunya
Enggan menggunakannya
Sudah tak trendi, kuno, dan memalukan

Mengapa cinta tak pernah seperti sepatu tua
(semestinya dan harapan)
Baru setiap saat
Membuat pd yang mengenakan
Nyaman dirasa
Muda digaya

Apakah keabadian ada pada cinta
Mesti aku tak abadi
Meski akupun usang
Pernahkah dia menua
Bisakah dia terluka
Jika aku menua, cinta apakah engkau menua?

Pidato Semangat

Tuan-tuan dan nyonya-nyonya
Yang berbadan besar dan berbadan kecil
Yang ada di kota dan di desa
Kini saatnya kita bersemangat
Halangan dan rintangan soal biasa
Jatuh bangun ada setiap hari
Tetapi munculnya api semangat jarang dimiliki

Lihatlah diri kita
Mata kita dibuat untuk ke depan
Dua mata yang menatap
Tak pernah dibuat melihat ke belakang
Ketika kita melangkah, kita pun ke depan
Dari buaian hingga liang lahat selalu ke depan
Maju maju dan maju
Api semangat harus terus berkobar
Jangan pernah padam meskipun sedetik pun
Lelah dan jatuh hanyalah titik istirahat sejenak
Karena kita tahu kita harus maju
Semangat, semangat, semangat

Meskipun tiarap harus bersiap jua untuk maju
Meskipun terjungkal harus bersiap jua untuk maju
Meskipun menarik nafas harus bersiap jua untuk maju

Adakah yang mengatakan waktu berjalan mundur
Bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek jalannya maju
Ketika kita menghindari rintangan jalannya pun maju
Ketika kita kembali pun jalannya maju
Smangat, smangat, smangat....

Thursday, January 28, 2010

Lelaki Tua

Tak mengenal lelah
Kuda hitam yang suka berpacu
Karya yang tak pernah berhenti
Istirahat bukan tabu
Malas tak ada dikamusnya

Kerutan wajahnya cermin usianya
Senyumnya jeda-jeda kerja
Bukan budak materi
Bukan pula budak waktu
Kesungguhan mencapai kepuasan

Lelaki tua yang mengusik pikiranku
Apa yang dicarinya
aku tak tahu
Kerjanya sepenuh hati
Harapannya seperti bukan mimpi
Adakah satu titik tujuan yang dicari

Biar kukenal dia
akan kusimpan citranya dalam diri
Etos yang perlu ditiru
Berharap menjadi pelajaran diri
Lelaki tua... siapa namamu?

Berjalan di atas Rembulan

Akankah kesana
Dengan bekal seadanya
Apolo belum bisa
Pesawat ulang-alik masih jauh
Pakaian yang didisain khusus
Yang berjalan orang khusus
Mungkin hanya mimpi

Bekal
Tekad
Kemampuan
Keinginan
Cita-cita
Mimpi

Perlukah kita kesana
Perlukah berjalan di atas rembulan
Apa yang kita cari
Kepuasankah
Peningkatan kemampuankah
Ilmukah

Bahkan samudra mempunyai tepi
Asyik, mengasyikkan
Melenakan
Kita mengejar tepi
Hingga tahu apa itu tepi

Dalam gelap perlu penerang
Dalam hujan dan badai perlu keteguhan
Dalam teriknya mentari kita perlu keteduhan
Dalam bimbang kita perlu pijakan

Berjalan terlalu lama
Berenang tak akan sampai
Kapal yang kita perlukan
Sendiri pasti tak sampai
Tepi akan kita capai
Mesti itu sebatas mimpi
Berjalan di atas rembulan bukanlah tepi
Dia hanya persinggahan
Akankah kita mencapainya?

Wednesday, January 27, 2010

Hangatnya Matahari

Mendung sudah terlalu lama
Enggan dia meninggalkan ibu kota
Panas matahari di jam 12 mulai terlupa rasanya
Badan mengkerut
sembunyi dalam tebalnya jaket

Hujan sering sekali
Alhamdulillah banjir absen kali ini
Hangatnya matahari nikmat yang mahal
Kenyamanan pun menyusup perlahan
Serasa hujan dan mendung musuh
Padahal mereka juga dari Allah
Berharap yang terjadi memberi manfaat
Yang sudah dan telah biarlah
Fondasi untuk ancang-ancang
Paling tidak semakin tahu
hangatnya Matahari
nikmat yang tak terbeli

Pemanis

Biar tak hambar rasa
Aku mencari
Biar tak ada gula
Akan diteguk

Ngilu tak terasa
Lelah terlupa
Smangat kembali nyala

Kapal selalu kembali berlabuh
Tak akan lupa dimana rumah

Seteguk demi seteguk
Kehidupan diteguk
Terasa kurangkah tanpa pemanis
Bukan masalah selera
Bukan masalah kemauan
Ramuan acak kehidupan harus diteguk
Kebosanankah yang haru disalahkan
Ketegarankah pelindung kerapuhan
Memabukkan insan-insan pecinta semu
bahkan arti cinta pun tak tahu

Sepertinya pesimesme mewarnaiku
Tulisan ini memberi negatif rasa
Tak terbendung dari dalam
Biarkan dzikir dan fikir menjadi pemanis

Kelu

Terkunci rapat
Tak ada celah tuk bergerak
Dingin dibawah 0 drajat...
Terdiam

Bukan sepi yang ingin diusir
Bukan kebisuan yang dipecahkan
Dada terlalu bergemuruh
Tak bisa meredamnya
Tak sanggup menatanya
Meski dengan kata-kata
Hanya mata yang tak lepas...
Menatap

Telinga mendengar
Suara tak direkam
Melayang-layang lepas
Terlalu banyak jika dan maka...
Bimbang

Apakah aku pemburu
Ataukah buruan yang telah jatuh
Apapun itu aku hanya diam
Bisu bukan
Suara tak keluar
Tenggorokan tak tersekat
Suara menyangkut entah dimana...
Kelu

Monday, January 25, 2010

Sebab dan Akibat

Nyalanya api
kurasakan panas
Bekunya air
kurasakan dingin
Sakit tubuhku
ah.. mahalnya sehat
Tipis kantongku
ah..mesti mencari uang
Sedih datang
gembiraku lari

Tertawa aku
riang yang ada
Air mata menetes
terharu aku
Manyun mulutku
tak setuju aku

Aku mengerti rasa
karena pernah
Aku tak mau luka
karena pernah
Aku tak mau kacau
karena melihat
Aku mau ke surga
karena percaya

Perlukah sebab
untuk menangkap akibat
Ataukah imajinasi yang berjaya
Ataukah perasaan yang peka
Benarkah ada mata hati

Terduduk termangu mencerna makna
Sensasi-sensasi kehidupan
tak jua berarti
Berharap diri dilajunya waktu
mencapai mimpi bukan kesemuan

Apakah aku laki-laki
sehingga punya mimpi
Apakah aku bernafas
sehingga punya mimpi
Apakah aku berfikir
sehingga punya mimpi
Apakah aku punya mimpi
sehingga disini

Duduk termenung
mencerna yang dulu
Mencari makna
mengharap akibat didepan
yang cerah.

Sunday, January 24, 2010

Saat Sujud

Bukankah ini saat-saat terdekat
Merendahkan hati
Merendahkan diri
Sepenuh hati

Ketika dahi bertemu dengan sajadah
Tubuh melupakan lelahnya
Yang kekar dan yang lemah
punya bahasa yang sama

Aku bukan aku
Aku hanya hamba
Aku tak punya kebranian untuk menolak
Aku mencoba untuk taat
Aku bukan milikku
Hamba merendahkan diri
Dihadapan empunya segalanya

Semoga kesalahan dimaafkan
Jalan hidup terbuka lapang
Akhirat kampung yang terang
Surga kami kan pulang

Duhai bekas sujudku
Sajadah dan tanah yang ada
Jadilah saksiku
Aku hamba yang merendahkan diri
Dan selalu tetap begitu
Dihadapan Penguasa segalanya

Friday, January 22, 2010

Benci dan Cinta

Biarkan aku mendekati Mu
Hingga tumbuh ke dua sayapku
Cinta
Dan Benci
Aku ingin menyatukan keduanya
Dalam tubuhku
Biar aku terbang mendekati Mu

Biarkan sayap cinta mengepak,
berteriak
Lagi...lagi...dan lagi

Biarkan sayap benci mengepak,
berteriak
Cukup...cukup...dan cukup

Sayap-sayapku akan kuat
Tapi pernahkah aku sampai
Engkau Yang Maha Tinggi
Cukupkah aku menggapai
Tak ada kekuatan melainkan dari Mu

Malam ini aku berdoa
Tumbuhkanlah cinta kebaikan
Tumbuhkanlah benci kemungkaran
Jadikanlah mereka sayap-sayapku
Senantiasa tumbuh
Tak akan patah
Mengangkatku, mendekati Mu.

Amiin...

Biji Zarah

Senyum tulus
Sapaan halus
Tepukan dipundak yang lembut
Petuah ibunda
Nasehat ayahanda
Biji-biji zarah yang terkumpul
Biarkan dikumpulkan dalam satu timbangan
Yang ada disebelah kanan
Sedetik dalam kebaikan
Sedetik dalam kebersamaan
Sejuta orang sejuta kebaikan
Timbangan bersama pun tak akan seimbang
Semoga Allah kan senang
Kurangi yang kiri tambah yang kanan
Biji zarah tak bisa diabaikan

Wednesday, January 20, 2010

Berwudlu

Biarkan kubasahi wajahku
Biarkan aku berwudlu
Kurasakan basuhannya
menyejukkan
menghapus luka
menumbuhkan harapan

Terlalu kering untuk dibiarkan
Meskipun itu jeda diantara 5 waktu
Apakah karena kata sudah tak bermakna
Jiwa tak mampu mencerna
Jiwa tak menemukan pintu amal
Raga hanyalah hardware tanpa software yang mumpuni
Buah yang ranum menggoda tanpa rasa
hambar begitu saja

Biarkan aku berwudlu
duhai diriku
Agar engkau mampu melihat luka
Agar engkau siap dengan kejernihan
Meskipun itu jeda dalam 5 waktu

Bersih,
jernih,
segar,
sabar dalam penantian.

Aku Ingin Menelpon

Hallo...
Dalam sujudku aku memanggil Mu
Belum ada jawaban
Nada sambung pun tak terdengar

Hallo...
Dalam rukukku aku memanggil Mu
Apakah Engkau sedang sibuk?
Apakah terlalu banyak urusan?
Apakah aku salah nomor?

Hallo...
Sebentar lagi aku ucapkan salam
Kenapa belum tersambung juga?

Mungkin pulsanya habis
Mungkin providernya gak bener
Mungkin ada kesalahan internal
Perlu servis dulu

Hallo...

Tuesday, January 19, 2010

Macet

Asap-asap menyesaki udara
Angin malam menjadi-jadi
Keletihan, ketaksabaran,
temperamen dipendam
emosi bersautan
klakson-klakson pelampiasan

Ular naga kalah panjang
Tempat parkir yang berjalan
Melotot, sumpah serapah
tukang serobot tersenyum kemenangan

Kaki-kaki mulai dipijati
Duduk mulai gelisah
Resah tanpa alasan yang jelas
Kontra produktif setelah produktif

Bayang-bayang rumah
kadang-kadang lewat
seklebat
sesak hati
kenapa belum sampai jua

Adakah solusi?
Dimanakah orang yang berpunya
punya harta
punya akal
punya kuasa
Semoga ada sinergi
antar mereka yang berpunya

Monday, January 18, 2010

Ketika Bertemu

Tatapanmu bercerita
bukan hanya rindu
bukan hanya kisahmu
bukan sekedar pertemuan

Janganlah marah
jika aku diam
jika aku tak mendengar
Pikiranku asyik dengan rasaku
karena kau hadir
karena kau sibuk celoteh
karena kau menyitaku

Mungkin ada baiknya
kita dalam jeda
tak bicara
Biar suasana yang menguasai
Sepi terkadang indah
Diam meninggalkan kesan

Ah matamu
asyik mengekplorasi
setiap sudut ekspresiku
setiap gerak tubuhku
setiap kerlingan mataku
Radarmu mengunciku

Tak mungkin aku merusak suasana ini
dengan celotehku
dengan ceritaku
dengan rinduku
Celotehmu memberi irama
Tawa kecilmu spasi-spasi jarak
Tepukkan tanganmu baris baru ganti paragraf
terlalu sayang,
terlalu puitis untuk dirusak.

Sunday, January 17, 2010

Pendekar Kaki Lima

Mengerti betul makna perjuangan
Mengerti betul makna rupiah
Mengerti betul makna peluh
Mengerti betul makna lincah
Mengerti betul makna kecepatan
Mengerti betul makna teritori

Tak perlu kekar
Tak perlu kuat
Orang lemah untuk orang lemah
Orang lemah yang bertahan
dari ganasnya kehidupan
dari ganasnya sistem
dari ganasnya cuaca

Akar penyakit...sepertinya bukan
Kerumitan sistemkah?
Susah cari kerja?
Atau susah cari makan?
Atau hanya satu-satunya peluang?

Mereka pejuang
Mereka pendekar
bagi dirinya
bagi keluarganya
bagi masyarakat
bagi negara (?)

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Amal Tanpa Jiwa

Tak berwarna
Bekas tak ada
Bangunan pasir di tepi pantai

Hampa
Nada fals
Sayuran tanpa garam

Larut dalam ilusi
Berjalan tanpa arah
Mimpi yang terlupa

Saturday, January 16, 2010

Sang Waktu

Melaju kedepan
Tak mungkin diulang yang telah
Bukan arus yang berputar
Dia hanya bisa mengalir kedepan

Jiwa terkadang lemah
Kita bukan lawannya
Terpukau yang telah,
malu, ragu, pesimis, dendam...

Yang telah, hanyalah bekal
Didepan kalahkah atau menang?
Kita akan selalu berpacu
Sedangkan dia tak pernah peduli
Lemah, kuatkah kita
dia tetap melaju.

Kejar tanpa beban
Kejar dengan bekal
Hidupkan hati
Sensor hidup kita yang sejati

Sang waktu memang perkasa
Tak pernah ia peduli
Yang terjatuh, yang berhasil
dia terus melaju.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Duhai Yang Menumbuhkan

duhai Yang Menumbuhkan
lamakah cintaku rindang
harapkan keteduhan dihatiku
melindungi panas negatif
perusak qalbu

duhai Yang Menumbuhkan
jauhkah jarak antara
tengok-tengoklah raguku
tiuplah ia pergi
sulaplah ia

duhai Yang Menumbuhkan
dimanakah pohon amal kutanam
bantu agar kuat
tahan hama dan lebat berbuah

duhai Yang Menumbuhkan
tebarlah benih-benih ketenangan
hingga hidup dalam diri.

Amiin...

Friday, January 15, 2010

Tunggulah

Pernah aku memandang rembulan
Terlalu dingin meski penuh bintang
Terlalu kelam, gelap,
tak peduli mereka yang berjalan.

Lampu ditanganku pun redup
Perjalanan belum usai
Batas waktu sudah menjadi kenangan
Tanda tanya atau tanda seru
yang kutrima
Alasan kuat harus disiapkan

Terbayang sudah tujuan
Dimana hati menambatkan raga
Menunggukah engkau disana
Karena aku masih kesana
Aku berjalan, tak mungkin terbang,
bahkan lari tak dapat.
Tunggu...tunggulah aku diwaktumu

Sekarang biarlah kunang-kunang menemani aku
Aku yang berkunang-kunang
Antara harap dan gejolak
Biarlah kuusir dengan dendang
Sepi pun menghilang
Mata berbinar
Ketenangan datang

Keluh kesah terkunci dipikiran
Kepasrahan merajai aku
Biarlah kukirim pesan
Tunggu...tunggulah aku diwaktumu.

kukecup air matamu

biarlah dada ini menyimpan tangismu
terlalu berat jika engkau menyangga sendiri
kau tlah melewati waktu lalu dengan duka
duka yang tak pernah berhenti

biarlah air matamu kusaksikan
karena aku ingin mengecupnya
ketika engkau sadar apa yang terjadi
kuharap sudah berhenti

aku berjanji menyangga duka
aku berjanji mengobati luka
kapan aku akan menepati
hanya berharap pada Sang Pemberi
tapi kini biarkan ku mengecup air matamu

Pause

sejenak menatap tak mampu berkedip
sejenak terdiam tak mampu bergerak
sendiri dalam laju yang terhenti

angan dan fikiran tak mampu mencari
jasad tak terkendalikan
dia hanya diam
mematung, meski aku hidup

keramaian tak terdengar
kebisuan ketakinginan yang tak tertahan
hanya ingin mengakhiri penantian

Thursday, January 14, 2010

Ingin Ngetop

Aku ingin ngetop
Wajahku akan hadir di tv-tv
Siang malam cuman aku

Sekarang sedang rajin kursus nyanyi
Yang lain
tolong mobilisasi suara
Ya..ya..
Biar pada sms untuk aku

Tolong di backing
Bapak gubernur
Bapak bupati
Semuanya diberitahu
Aku udah keblet

Wah sudah kebayang je...
Ngisi formulir tersenyum sendiri
habis nyanyi juga,
milih lagu juga,
pokoknya senyumnya full.

Kayaknya mesti juga belajar gaya.
Baju-baju mesti ready stock
sampe final.
Wajah mesti dirawat khusus.
Persiapan tidak boleh minus.

Pagi latihan nyanyi,
siang latihan nyanyi dan gaya,
sore latihan nyanyi dan gaya pake kostum,
malam latihan di depan cermin.
Sabtu dan minggu latihan wawancara.
Biasa wartawan...nanyanya...
Perlu latihan.

Aku ingin ngetop.


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Berbisiklah

Ceritakan kabarmu
Sampaikanlah padaNya
Jika tak sanggup
Berbisiklah

Mungkin cukup bersujud
Sajadah menjadi alas
Beban dihati akan terlepas
Tetapi masih ingin teriak
Berbisiklah

Disaat malam pekat
Sedihmu tak terlihat
Gembirapun tak ada
Kecewa terlalu berat
Berbisiklah

Berbisiklah
Karena tirani tak punya telinga
Jika tak kau ungkapkan
Belenggumu tak akan terlepas

Tuesday, January 12, 2010

Turunkan Bendera Itu

Hai turunkan bendera itu
Tingginya melewati bendera kita
Tak mungkin kita mengganti tiang
itu sudah terhebat yang kita punya.

Hai turunkan bendera itu
Kita ini harus menang
Kalau tak bisa menaikkan
ya turunkan bendera lawan.

Ha ha ha, kita orang yang (harus) menang
Kata siapa kalah-menang hal biasa
Sakit, rasanya kalah pahit...

Sudah susah-susah berusaha
tak dapat apa-apa.
Lawan harus juga merasa.
Hancurkan, kecewakan...

Aih senang sekali,
bendera lawan sudah turun.
Ha ha ha...
Mereka mau jadi juara?
Ha ha ha...
Rasakan.
Benderanya sudah tidak berkobar ditiang.
------------
Wuih begitulah rasa sakit hati.
Lebih susah diobati.
Semoga tak terjadi
pada jiwa-jiwa berhati suci.

Rumput

Kau injak-injak aku dan kerabatku.
Tak peduli ada yang mati.
Sedih rasanya.
Tak pernahkah kau tahu.

Kambingmu,
sapimu,
kerbaumu,
kudamu,
semua memakan,
mengunyah bangsaku.
Belum setelah itu.
Arrrrgh....

Kami ini mudah beradaptasi,
di sawah...oke,
di halaman...oke,
di dekat rumah...oke,
dimanapun...oke.

Kami ini ulet dan awet,
terik matahari tak menyulitkan,
derasnya hujan tak menjatuhkan.
Bertahan, bertahan, dan bertahan.
Saking jagonya bertahan,
kami ini selalu diam,
karena kami yakin kami tahan.
Kami rumput...Kamu?

Perlombaan

Ombak yang tak sabar bertemu,
membasahi kakiku yang polos.
Tak perduli dengan karang yang menghadang,
terus mengejar,
tak mau membiarkan kalah
tanpa perlawanan.

Pertandingan terus berlangsung,
sekian ribu purnama tak menghadang,
tamat tak pernah.

Jika kau tanya kapan berawal,
bicaralah pada ombak-ombak itu,
mereka yang tak pernah bosan
mengejar tepian pantai.

Kulangkahkan kakiku pergi,
mentari terlalu garang tuk ditemani.
Kutatap ombak-ombak itu,
perlombaan tak pernah padam,
ronde yang tak pernah usai,
meskipun finish sudah dicapai.

Ombak-ombak itu akan terus berkejar-kejaran,
garangnya mentari,
dinginnya malam,
ributnya badai,
hanyalah penonton
yang menyoraki,
yang menjadi saksi.

Perlombaan ini tak pernah usai,
meski aku menutup mata.

Monday, January 11, 2010

Perlombaan

Ombak yang tak sabar bertemu,
membasahi kakiku yang polos.
Tak perduli dengan karang yang menghadang,
terus mengejar,
tak mau membiarkan kalah
tanpa perlawanan.

Pertandingan terus berlangsung,
sekian ribu purnama tak menghadang,
tamat tak pernah.

Jika kau tanya kapan berawal,
bicaralah pada ombak-ombak itu,
mereka yang tak pernah bosan
mengejar tepian pantai.

Kulangkahkan kakiku pergi,
mentari terlalu garang tuk ditemani.
Kutatap ombak-ombak itu,
perlombaan tak pernah padam,
ronde yang tak pernah usai,
meskipun finish sudah dicapai.

Ombak-ombak itu akan terus berkejar-kejaran,
garangnya mentari,
dinginnya malam,
ributnya badai,
hanyalah penonton
yang menyoraki,
yang menjadi saksi.

Perlombaan ini tak pernah usai,
meski aku menutup mata.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Dua Anak Harimau

Hutan yang lebat,
semak yang lebat.
Dua anak harimau asyik bercengkrama.
Saling menggigit,
saling mencakar.
Gigitan dan cakarnya tak melukai.

Mengintai dari balik semak,
Menerkam dengan segera.
Berguling-gulingan,
saling banting membanting.
Keasyikan calon pemburu sedang di asah.
Bermain bersama,
mengasah diri,
Menghabiskan waktu menjadi mandiri.

Tak tahu apa yang terjadi esok.
Apakah akan berbagi ataukah
saling mencari teritori.
Naluri senantiasa dilatih.
Supaya kelak menjadi diri sendiri.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Perjalanan

Tak pernah lelah mendaki,
bukan hanya sekedar mengisi waktu.
Bukan pula membuang waktu,
tetapi menambang semangat.

Semangat yang mudah memudar,
haruslah senantiasa dijaga,
diisi ulang dengan hambatan yang terlampui
dengan keringat dan ujian.

Puncak bukanlah akhir,
karena kita harus kembali.
Meniti dan menuruni,
dimana asal kita beranjak pergi.

Sejauh memandang,
tak pernah puas hinggap.
Apakah hanya hadir di puncak,
ataukah di saat kembali digaris awal.

Kelelahan dan kepayahan
penggoda tuk berhenti berjuang,
belum lagi tanya
yang selalu menusuk fikir,
apa sebenarnya yang kucari.
Tanya yang jawabnya tak kutemui,
walau dipuncak atau digaris awal.

Sunday, January 10, 2010

Catatan Hari Terakhir Sang Raja

Kerajaanku membentang luas.
Sawah yang menghijau
Pangan tak pernah kekurangan.
Kelaparan tak pernah diucapkan.
Tubuh-tubuh sehat dan segar.
Lautan optimis bergelora.

Cinta damai, cinta damai.
Dimana-mana slogan itu dikumandangkan.

Pena-pena kami tak pernah kering.
Sastra dan pengetahuan berkembang pesat.
Buku-buku bak rumput yang tumbuh dimana-mana.
Semua orang suka membaca, suka menulis.
Tak pernah ada ahli yang tak ada di kerajaanku.

Cinta damai, cinta damai.
Dimana-mana slogan itu dikumandangkan.

Ketentraman dan kedamaian menjadi ruh kami.
Kami tak mengenal pertikaian.
Semua dapat diselesaikan segera.
Tak pernah kami menunda berbaikkan.

Cinta damai, cinta damai.
Dimana-mana slogan itu
dikumandangkan.

Pedang sudah berkarat.
Tak ada yang ingat dimana disimpan.
Bertempur tak pernah diucap,
apalagi berpartisipasi.
Hingga suatu saat,
dimana malam tak ada bintang.
Serangan musuh membabi buta.
Tak ada yang selamat.

Cinta damai ternyata slogan kosong.
Meninabobokkan kita supaya lelap.
Tak ada tempat untuk kuat.
Terbuai indahnya dunia
hingga tak selamat.

Inspirasi

Mencari perasaan yang entah dimana.
Keringat sudah bercucuran.
Sekian puluh menit.
Tak jua kata yang tertulis.

Hanya degup jantung.
Tatapan merantau keseliling ruangan.
Harapan menemukan secercah ide.
Ada yang muncul seketika.
Sehingga kata demi kata
mudah terangkai.

Tik tok, tik tok, tik tok.
Sang waktu tak peduli
ia terus melaju.

Aku masih termangu.
Berkasku masih seperti semula.
Mulai nanar aku memandang layar komputer.
Arrrrgh....
Kemana aku harus mencari.

Laju-melajulah waktu.
Musuhku yang tak pernah peduli.
Aku jatuh atau gembira.
Engkau terus melaju.

Tik tok, tik tok, tik tok.
Tak jua kutemukan.
Biarlah, aku kan trus berjuang.
Melawan waktu mencarinya.

Saturday, January 9, 2010

Cahaya dan Bayangan

berjalan kearah cahaya
melihat bayangan tak pernah
menengok ke bayangan
melupakan sumbernya

cahaya tak pernah punya bayangan
dalam bayangan tak pernah ada ia
apakah seperti itu selalu

air dan api
cahaya dan bayangan
optimis dan pesimis

hati bukan tempat bertemu pesimis dan optimis
hanya satu yang dapat dirasa
begitulah keadaannya
tak usah menyimpan bayangan
ketika mengharap cahaya

Hari Tanpa Ide

Tiba-tiba semua kegiatanku macet,
yang terlihat hanyalah tumpukkan masalah.
Masalah demi masalah berdatangan,
keluh kesahku mengingatnya.
Kuhanya bisa menarik nafas panjang tak tahu mesti bagaimana.

Fikiranku seolah-olah buntu,
aku tak punya ide apa pun untuk menyelesaikannya.
Haruskahku menyelesaikan ini sendiri?
Ataukah ada pahlawan-pahlawan yang akan datang membantu?

Aku serasa dalam pasungan masalah,
kakiku tak mampu mencari arah pintu solusi.
Lalu akankah sang ide datang kepadaku?
Meniupkan solusi-solusi yang membuka pintu kemacetan.

Bagaimana caranya ide itu datang?
Bagaimana caranya agar ia datang ketika masalah itu ada?
Kalau perlu ia datang sebelum masalahnya muncul.

He he he... Lalu apa gunanya aku di dunia ini.
Kalau bukan mengatasi persoalanku.
Tanya jawab yang diberikan Sang Pencipta,
interaksi dua arah yang samar.

Sujudku untuk Mu, ya Allah.

Relativitas

Dekatilah Allah,
dekatilah Allah.
Meski terseok-seok melangkah
tanamkanlah niat untuk selalu mendekatiNya.

Carilah jalan dengan segala daya.
Yakinlah bahwa Allah mengawasi kita.
Tak pernah jauh Dia dari kita.
Bahkan lebih dekat pun dibanding urat leher,
begitu pesan Nabi.

MendekatiNya terkadang memerlukan biaya,
terkadang tidak perlu sama sekali.
Amal 5000 rupiah
bisa sama di mata Nya
dengan amal 5.000.000 rupiah
Menempuh ibadah
dengan jarak yang jauh bisa sama
dengan menempuh ibadah didekat kita.

Dekatilah Allah,
dekatilah Allah.
Sekali tertanam niat itu insya Allah
Dia akan menjawabNya,
dengan ujian demi ujian.
Ada yang mundur teratur.
Ada yang tersesat ntah kemana.
Ada yang menemukan rahasianya,
sehingga senantiasa dalam perlindungan Nya.

MendekatiNya,
bisa dengan memberikan senyum,
bisa juga dengan memberikan
ketegasan atau teguran.
Terkadang kita harus bersusah payah,
terkadang cukup dengan amal sederhana.

Berdagang dengan Mu

Sebaik-baik berdagang
adalah berdagang dengan Mu.
Engkau janjikan keuntungan
yang luar biasa.
Perdagangan yang tak pernah merugi.

Bukankah semua yang ada di dunia ini milik Mu?
Bajuku ini milik Mu.
Tanah ini milik Mu.
Kendaraan ini milik Mu.
Apa yang kupunya semuanya milik Mu.
Bahkan jiwaku ini milik Mu.
Apakah yang ada dariku
yang bukan milik Mu?

Sangat aneh rasanya Sang Pemilik
membeli apa yang dimilikinya.
Sang penjual,
menjual apa yang bukan miliknya,
sangat aneh sekali.
Sungguh aneh sekali.

Allah Yang Maha Kaya
memang luar biasa,
membeli apa yang dimilikinya,
dengan surganya,
dan dengan ridhanya.
Jual beli yang tak bakal merugi.

Biarkan Aku Melengkapimu

Sudah selayaknya
kita saling melengkapi,
karena tangan
tak mungkin jadi kaki
di saat yang sama.

Sudah selayaknya
kita saling melengkapi,
karena mulut
tak mungkin jadi telinga
di saat bicara.

Allah ciptakan kita
dengan kesamaan dan perbedaan.
Jangan menyamakan hal-hal yang berbeda
karena mereka tak mungkin sama.
Tangan,
kaki,
mata,
darah,
sidik jari,
kecerdasan,
keimanan
yang ada pada kita
pasti ada bedanya.
Tetapi juga punya kadar persamaannya.
Takkan pernah mungkin kita menyamakannya.

Setiap dari kita adalah unique,
jalan hidup kita pun unique.
Bekal yang kita punya pun unique.
Cobaan yang kita hadapi pun unique.

Kelebihan yang kita punya
bisa jadi melengkapi kekurangan yang lain.
Masalah yang sukar bagi kita,
dengan mudah dipecahkan oleh orang lain.
Karena kita memang tercipta untuk saling melengkapi.
Seperti pesan nabi kita ini seperti satu anggota tubuh,
jika yang satu sakit yang lainnya ikut merasakannya.

Indahnya Dunia

Aku memandang angkasa
yang dihiasi burung-burung berterbangan.
Aku memandang angkasa
yang dihiasi cahaya-cahaya bintang di kegelapan malam.
Aku memandang angkasa
dengan segala keterbatasan indraku.

Kita manusia tak ingin kalah,
kita bisa seperti burung.
Mengalahkan angin,
menembus awan-awan.
Kita manusia tak ingin kalah dengan bintang,
kegelapan kita taklukkan.

Allah mengajari kita
dengan contoh-contoh yang dapat kita cerna.
Ide-ide cemerlang peradaban manusia,
tak pernah lepas dari contoh-contoh itu.

Semakin kita ingin menirunya,
akan semakin indahnya dunia ini.
Lihat saja burung yang terbang,
tak perlu landasan pacu untuk lepas landas ataupun mendarat.
Bintang-bintang di langit
tak memerlukan atap tempat bergantung.

Maha Suci Allah...

Kura-Kura

Kura-kura, kenapa jalanmu lambat?
Apakah berat tempurungmu yang menghambatmu?
Ataukah engkau selalu berhati-hati?

Kura-kura engkau selalu sembunyi jika ada bahaya.
Kepala dan kakimu yang rawan seolah-olah aman dalam tempurungmu.

Aku menebak-nebak sepertinya engkau mahluk yang suka berpikir.
Dalam gerakmu engkaupun asyik dengan dirimu.
Melangkah ke kiri,
melangkah ke kanan,
maju ke depan pun engkau selalu lambat.
Entah kenapa tak ada negara yang menggunakanmu sebagai simbol.
Padahal engkau terkenal mahluk yang berumur panjang dan bijaksana.
Sedangkan birokrator di negara mana pun,
cocok sekali menjadi bayanganmu.

Birokrator-birokrator, eh salah, kura-kura kenapa jalanmu lambat?

Pukul 6.30 Pagi

Dua puluh tahun yang lalu,
setiap pukul 6.30 pagi aku terbiasa melihat mentari.
Sinarnya memandikanku,
kehangatannya menyegarkan nadiku.
Udara segar memberikan semangat kehidupan.
Pengendara sepeda berkejar-kejaran memenuhi jalanan.
Tak peduli dengan keringat,
kayuhannya seolah tak mengenal lelah.

Kini aku tinggal di kota yang berbeda.
Tetapi semangat 6.30 pagi hari terasa sama.
Orang bersesak-sesakkan dengan kendaraannya.
Berlomba-lomba dengan tenggat waktu masuk kantor,
masuk sekolah, dan urusan lainnya.
Serasa tidak afdol kalau jalanan tidak ramai.

Masing-masing punya tujuan yang berbeda-beda.
Berbagi di ruas jalan yang sama,
mengalir bak air sungai yang mengikuti jalurnya.

Tak selamanya pelanggan jalan mengamati suasana perjalanannya.
Terkadang pikirannya melayang-layang,
penuh beraneka ragam bunga khayalan dan kenangan.
Cita-cita, impian-impian, atau mungkin problem-problem yang dihadapi.

Pukul 6.30 pagi di Jakarta,
layaknya ritual rutin penyerbuan pusat-pusat perkantoran di mulai.
Semakin siang semakin lambat aliran manusia,
volumenya meningkat dengan pesat.
Hingga mencapai waktu luruhnya.

Pukul 6.30 pagi hanyalah sebuah snapshot,
dari aliran waktu yang tak hingga,
sesaat dari keabadian.

Senandung Kebebasan

Tak pernah ada kebebasan tanpa perjuangan.
Tak pernah ada perjuangan tanpa persiapan.
Sudah cukupkah bekalku?
Sudah siapkah mentalku?
Mereka yang tertempa
dan bertekad kuat pasti berbeda.

Belenggu-belenggu itu harus kita lepaskan.
Kaca mata kuda
yang menutupi wawasan kita
harus kita tanggalkan.
Memandang masalah dengan mata hati,
biarkan jiwa dan fikiran mencerna yang terjadi.
Keikhlasan akan menjadi kunci.

Bebas bukan berarti tidak boleh kaya,
bebas bukan berarti daerah terlarang
untuk orang papa.
Bebas membutuhkan ilmu.
Bebas memerlukan amal.
Bebas berarti kesungguhan yang terakreditasi.

Dari sekian juta manusia,
kebebasan bukan berarti sekian juta cara,
bukan berarti sekian juta jalan,
bukan berarti sekian juta solusi.
Untuk kebebasan kita harus rela mentaati aturan yang ada.
Hingga kita berbaris dengan rapi,
bersenandung bersama-sama dalam irama harmoni.
Bukan karena keterpaksaan ataupun tipuan,
tetapi jiwa yang meronta
dan fikiran yang jernih.

Allahhu Akbar...

Saus Tomat

Tak pernah lengkap,
hambar terasa tanpanya,
meskipun hanya selera awak,
harus selalu menemani.

Dibawa dalam saku,
siaga setiap waktu,
setia menemaniku,
kemana saja bersantap tanpa ragu.

Bakso tanpa dia,
salah rasanya.
Nasi goreng tanpa dia,
tak mengena di lidah.

Hanya saja...
Tak mungkin aku hanya makan saus tomat saja.
Dia hanyalah suplemen,
bukanlah pemain utama.

Dalam hidup ini,
kita pemain utama,
kita juga saus tomat,
yang menanti untuk tamat.

Kekasihku

Kekasihku adalah awan berarak-arakkan,
membawa rintik-rintik hujan
yang menyuburkan.

Kekasihku adalah bumi tempat ku berpijak.
Pohon-pohon mengikatkan akarnya.
Sungai-sungai melunakkannya.

Kekasihku adalah lautan.
Ombaknya tak pernah lelah menguji nelayan.
Tak pernah ada imbalan tanpa jerih payah.

Kekasihku adalah jalan raya.
Setiap hari kulalui.
Kepenatan dan harapan menemaniku.

Kekasihku adalah internet.
Browsing, searching, menyita waktu.
Ilmu disimpan dan disediakan bagi pencari.

Kekasihku adalah komputer.
Pagi, siang, malam, pagi lagi,
setia menemaniku.
Kubawa kemana-mana, bukan sekedar alat bantu.

Kekasihku adalah kamu.
Tak terhalang oleh ruang dan lintasan waktu.

Kau Kunci Cintaku

Malam terlalu nakal untuk ditaklukan.
Angin dingin menjadi senjatanya.
Mendaki gunung kami berlima.
Mengejar fajar, melihat mata merah tampil di ufuk timur.

Entah apa yang kami cari.
Sensasi yang tak pernah dirasa bagi yang tak mengerti.
Lelah bukanlah penghambat.
Dia hanyalah kulit dari manisnya rasa di hati.

Di puncak kami terpana, memandang indahnya dunia.
Mata merah berbinar-binar,
menebarkan kehangatan ke dalam tulang.
Dunia seakan berseri,
terlepas dari dingin dan gelapnya sang malam.

Kini ku sadar apa yang dicari.
Turun dan mendaki berulang kali.
Hanya untuk menyadari,
indahnya lukisan yang tak terperi.
Aku pun bertanya,
seperti dalam lagu pelangi.

Berbisik lirih disaksikan embun pagi.
Ya Allah telah kau kunci cintaku.

Jiwa-jiwa Yang Tegar

Derasnya arus cobaan dalam hidup ini adalah kemutlakan.
Seperti kemutlakan gravitasi di bumi ini.
Seperti kemutlakan siklus air laut yang menjadi air hujan.

Tekanan demi tekanan akan menempa kita.
Karena setiap kita seyogyanya menjadi berlian-berlian
yang memberikan kegembiraan
bagi keluarga dan sahabat.

Setiap diri hendaknya menjadi jiwa-jiwa yang tegar.
Derasnya arus hendaknya untuk ditaklukkan.
Hingga kita menghargai kehidupan itu sendiri.
Pengalaman merupakan bekal yang luar biasa,
tetapi pemahaman akan panduan yang sudah ditetapkan
merupakan syarat mutlak keselamatan.
Bukan untuk membutakan mata kreatifitas atau kecerdasan,
melainkan membuka mata hati yang sekian lama diabaikan.

Jiwa-jiwa yang tegar mempunyai mata hati yang segar.
Jiwa-jiwa yang tegar senantiasa mengetahui keterbatasannya.
Di luar dirinya ada kekuatan yang sangat besar.
Bukan untuk dijauhi tetapi untuk ditaati,
hingga tak ada kesombongan yang tersisa.

Friday, January 8, 2010

Siap Saji

Sudah tersaji begitu saja,
tinggal pilih,
ambil yang ada,
bayar di kasir.

Kita mengantri dengan rapi.
Tak perlu waktu lama.
Tunjuk tunjuk tunjuk,
sesuai selera hati.

Produk budaya terkini.
Tidak terima toleransi kemoloran.
Semua harus sekarang.
Kalau tidak sekarang bisa dianggap basi.

Dulu kirim surat 3 hari
itupun sudah kilat,
sekarang...
sms tak dibaca dalam 2 jam,
bisa menyulut api.

Semakin kini,
orang maunya serba kilat.
Tabu mendengar kata tunggu.
Maunya segera,
padahal apa benar fast food itu baik?

Lihat dong negaraku.
Penuh kebijakan...
Jangan cepet-cepet menyelesaikan masalah.
Nanti kesannya nggak elit,
kayak fast food.
Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah.

Yang Tak Pernah Diam

Berontak dan menggebrak
meskipun tenaga telah menguap.
Berani dan tak ragu
meskipun meniti pinang.
Gejolak bahan bakar kehidupan.
Kepedihan dan ketidak adilan membuka mata.

Apakah jantung rela berhenti?
Mungkin lidah sudah mati rasa.
Kompas di hati tak menunjukkan arah.
Diam diri di sudut kebimbangan.
Petinju yang tak pernah meninju.
Patung yang menunggu hitungan ke-10.

Suarakan hati,
dendangkan rasa,
tuliskan semangat.
Bahkan ilalang tak diam diterpa angin.
Lebah berani menyengat.
Hanya hati batu yang diam di dasar sungai.

Angin berdesir mengisi kekosongan.
Ombak mengejar pantai.
Kokok ayam mengusir sepi.
Doa dalam kesedihan.
Harapan janganlah pernah pudar.

Aku Hanya Ingin Bertemu

Membaca dirimu dikekinian,
rasa sedih tak mau beranjak pergi.
Adakah sosok yang menggantikan,
ataukah layaknya bulan yang satu,
seperti matahari yang hanya satu.
Sedihkah dirimu melihat kami?
Jauhkah kami dari harapanmu?
Meskipun panduan tlah tuntas,
sanggupkah kami menjadi makmummu?

Ilmu untuk diterapkan,
hati untuk bercermin,
pemimpin tidak untuk ditakuti.
Dirimu untuk ditauladani.

Keinginan mengikutimu begitu kuat.
Arusnya cobaan pun tak mau kalah.
Seolah-olah ingin menghapus jejakmu.
Putri dunia sangat menggoda, menyibukkan diri,
menenggelamkan nurani.
Ah dimanakah kusimpan iman,
dimanakah kusimpan kisah dirimu?

Mendengar kisahmu terkadang
mata ini samar memandang,
hati tak bergelombang,
urusan dunia bak daun yang ditopang semut,
sepertinya besar ternyata ringan dirasa.

Kisahmu jembatan kami,
menyambung tali rindu yang tak terputus,
menyambung ribuan hari yang membatasi,
raga tak mungkin berpelukkan,
hanya jiwa haus akan panutan,
meskipun dilukiskan dalam tulisan.

Kerinduan...
adakah obatnya,
benarkah pertemuan?

Ya Yang Mulia Muhammad berilah kami syafaatmu.

Thursday, January 7, 2010

Bahkan Mentari tak Sendiri

Sang perkasa penguasa langit,
terbit dan tenggelam pada waktunya,
membagikan cahyanya tak pernah henti.

Langit biru terlalu luas
untuk ditempatinya sendiri.
Awan-awan,
rembulan,
bintang-bintang
menjadi kawan berbagi cerita.
Cerita cinta,
cerita pengorbanan,
cerita keberhasilan,
cerita roda peradaban bergulir.

Bahkan mentari tak mau sendiri,
menemani kita dari bayi
hingga mati.
Bulan dan bintang pun mau berganti.
Tak mau sendirian menjadi saksi.

Di bumi ini,
mentari dan bulan berbagi,
mentari dan bulan dan berganti.
Saling mengisi, mempercantik bumi.
Mengisi sepi diri yang satu.
Seperti kita yang tak pernah mau sendiri.
Seperti kita yang ingin berbagi cerita.
Hidup terlalu lama untuk sendiri.

Di dalam Almari

Hati ini serasa seperti almari,
dia menyimpan pakaian-pakaian rasa.
Sedih,
riang,
cemburu,
galau,
sayang,
rindu,
harapan,
keputus asaan,
cita-cita,
dan masih banyak lagi,
entah bagaimana harus menatanya.

Rasa-rasa itu senantiasa bergantian dalam keseharian kita.
Benarkah nuansa hati itu komando keseharian kita.
Ataukah ada hal lain yang menguasai tingkah polah kita.

Pakaian rasa tersembunyi dari mata,
terbalut raga,
tersembunyi secara rapi.
Mungkin hanya kita yang menyadari.

Setiap kita punya kecenderungan yang berbeda.
Kesukaan yang berbeda,
ukurannya pun berbeda.
Mungkin itulah yang menjadi karakter khusus setiap kita.

Di dalam almari terkadang kita menemukan
pakaian yang membuat tersenyum sendiri.
Rasa itu muncul bersama kenangan,
bahkan kita pun tak mampu mengendalikan.

Menjaga hati menjaga rasa,
semakin lama waktu yang kita lalui,
semakin pandai kita memilihnya.

Air dan Batu

Aku ingin bercerita
kisah tentang tetesan air
yang memberikan tanda pada batu.

Sang air
mampu mengalahkan kerasnya batu.
Bukan air bah
yang menerjang dengan dahsyat.
Tetapi berupa tetesan yang terus menerus,
melebihi jutaan kali.

Aku ingin menceritakan kisah kalahnya musuh dalam jiwa kita.
Bukan dengan tempaan sekali yang menyakitkan.
Tetapi dengan benih-benih kesejukkan yang berulang-ulang.

Biarlah pintu-pintu manfaat terbuka,
dengan amal sederhana yang berulang-ulang,
dan pemahaman dan penjiwaan akan mewarnainya.
Kuyakin tidak pernah ada sebuah amal yang percuma dimataNya.
Sebagaimana pernah disampaikan Nabi,
Allah menyukai amal yang dilakukan secara terus menerus.

Wednesday, January 6, 2010

Sepenggal Kisah

Huruf demi huruf terangkai
dalam tautan makna melukiskan sebuah kisah kehidupan.
Bayi yang merangkak,
kemudian berjalan,
dan berlari,
kelak akan mengukir kisahnya sendiri.

Keberanian,
ketakutan,
riang,
sedih,
bingung,
tegas,
perubahan emosi adalah huruf-huruf pengganti vokal atau konsonan. Rangkaiannya akan menjadi kisah yang diabadikan,
tercatat untuk dipertanyakan.

Kenapa kita gembira?
Kenapa kita bersedih?
Asal muasal penyebabnya kelak kita akan tahu,
sejatinya kini kita hanya dapat mengetahui
sepenggal kisah dari sebuah rangkaian aksi dan reaksi
yang begitu panjang.

Ketika menutup mata selesailah sudah kisah kita.
Waktunya menghitung investasi,
bukan kita yang mengevaluasinya.
Besar kecilnya sudah ada yang menentukan.
Tak ada yang maha adil selain Dia.
Tak ada kegelapan yang dapat digunakan tuk sembunyi dari Nya,
tak ada bisikan lirih yang tak didengar Nya.
Kisah kita memang sepenggal,
tapi Dia mengetahui selengkapnya.

Tak Ada Waktu

Dengan menyebut nama Nya Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Perhatikanlah bintang-bintang dilangit,
pernah ku dengar ceritanya,
sinarnya menyampaikan pesan bahwa dirinya pernah ada.

Dengan menyebut nama Nya Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Pasang tak hadir selamanya,
surut pun akan tiba bergantian.

Apakah selamanya kita harus bersedih?
Apakah selamanya kita dalam kecewa?

Matahari kan selalu terbit,
kita tak punya waktu dalam kegelapan selamanya.
Biarlah Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
menghidupkan hati-hati yang bersedih
dan mengobati kekecewaan yang ada.

Amiin.

Tuesday, January 5, 2010

Menanti Hujan Tiba

Tanah telah merekah,
sungai-sungai tlah surut,
dasarnya pun sudah terpecah-pecah.
Bilakah sang hujan turun,
menghilangkan dahaga yang berkepanjangan?

Hanya doa yang bisa diucapkan,
itupun penuh keraguan.
Disaat-saat seperti ini harapan
dan pesimis bercampur.
Harapan seperti jarum dalam setumpuk jerami rasa pesimis.
Memang berbeda tetapi susah menemukannya.

Sebenarnya kita punya fasilitasnya, sholat memohon hujan.
Yang sebenarnya juga ujian.
Akankah hati kita beriman,
akankah jiwa kita bertaqwa.
Takutlah teman setia bagi mereka yang mendustainya.
Rasa pedih tak terkira dari Maha Perkasa,
yang sangat cepat membuat perhitungan.

Janganlah mendustai nikmatnya,
jangan biarkan tanah ini menjadi kering.
Airilah dengan kalimat-kalimat kebaikan,
sinarilah dengan doa-doa ampunan,
tanamilah dengan pohon-pohon kebajikan.
Sehingga tak pernah kering hati kita,
hingga keberkahan demi keberkahan bersama kita.

Aamiin.

Depresi

Melihat raut mukanya yang kosong,
energi negatif yang meluap-luap.
Serasa terseret ke dalam pusaran
yang membawa ke dasar laut emosi.

Ku mencoba menegurnya,
membangunkannya dari kerendahan harga dirinya,
menyadarkannya masih ada pasang setelah surut.

Engkau semestinya menjadi cahaya bagi saudaramu,
bagi sahabatmu,
bagi yang mencintaimu.
Janganlah harapanmu sirna karena keberhasilan yang tak teraih.
Janganlah cita-citamu pupus karena kehilangan.

Bangun-bangun,
setelah surut akan tiba pasang.
Tersenyumlah,
sembuhkanlah luka hatimu.
Janganlah takut terluka,
karena badai tak pernah berhenti mengejar ombak di laut.

Jika menengok ke belakang membuat mu lemah,
terbitkanlah harapan di depan.
Jika tak ada lagi rasa percaya dalam dirimu,
satu yang engkau percaya: dirimu ada di sini.
Sang Penciptamu pun ada untuk bersandar.

Hilangkanlah tatapan kosongmu.
Meluaplah optimismu,
engkau sudah berada di dasar terendah di kurun waktumu.
Lukamu akan menjadi fondasi terkuat untuk maju.
Badai yang sama tak akan menjatuhkanmu lagi.

Sepi Tanpa Mu

Waktu menunjukkan 12 siang,
saat kaki-kaki ini berjalan menyusuri keramaian di sebuah mall.
Begitu penuhnya manusia berkumpul,
dan bercengkrama.
Keramaian begitu menyesakkan.
Kesepian jasad tak hadir di sini.

Kembali mereka ke kubikusnya masing-masing.
Pekerjaan demi pekerjaan diselesaikan.
Masalah dan solusi selalu jadi santapan.
Fikiran tak pernah kesepian.

Jam 5 sore,
antrian ratusan mobil
dan ribuan sepeda motor menggila.
Ramai sekali,
wajah-wajah yang lelah
yang ingin segera sampai di peraduan.
Sepanjang jalan imajinasi menemani.

Ragaku bersama berjuta-juta orang di bumi ini,
tak pernah ia kesepian.
Keseharian dan kesenggangan ada yang menemani.
Tetapi di mana ruhku.
Terkadang ia meronta,
ia menjerit,
ia menangis,
ia merasa sepi di dalam keramaian.

Mungkin nanti saat raga tak berkuasa lagi,
saat ia diam,
ruhku tak akan sendiri.
Mungkin nanti di saat kesepian
ruhku berada dalam keramaian.

Biarlah raga ini tenggelam dalam lautan waktuku.
Biarlah jiwa ini menyelam dasarnya samudra kehidupan.
Di sanalah akan kutemui hilangnya kesepian.

Tegar

Aku mengenalnya seorang yang tegar
Meskipun badannya tak kekar
Malah akhir-akhir ini perutnya melar

Dia sering berkata: aku tak mau di lempar
Ke dalam api neraka yang membakar
Amal sholeh akan ku tebar

Orangnya memang sabar
Senyumnya pun selalu segar
Tak pernah takut berteman orang sangar

Sering dia berkelakar
Dunia ini hanya sebentar
Datang dan pergi seperti situasi pasar

Doanya pada Allahhu Akbar
Ingin hidupnya di jalan yang benar

Monday, January 4, 2010

Mengejar Bayangan

Kuda telah kupacu,
lebatnya hutan telah kulalui.
Baunya cemara telah mulai hilang.
Tinggal aku dengan kudaku dipadang rerumputan.

Kudaku tak nampak kelelahan,
Mengejar dirimu kemana pun kan kulakukan.
Sudah beribu mentari terbit dan tenggelam,
bayanganmu belum kutemukan.

Ini bukan cinta atau dendam.
Ini soal kenangan yang terpendam.
Rasanya terlalu dalam.
Ingin segera kukembalikan.

Duhai elang yang merajai udara,
Kau lihatkah dia?
Lelaki setengah baya,
Nampak gagah dari mana saja kau pandang.

Hai rumput yang menguasai padang,
Terdengarkah langkah kakinya?
Langkahnya tak pernah ragu.
Gerak tubuhnya tak kaku.
Energinya tak pernah beku.

Awan-awan menyoraki ku,
Angin meniupkan bunga rumput ke tubuhku,
Tak kan kau temukan dia,
disini bukan tempatnya.

Kijang muda menghampiriku,
aku tahu dimana dia.
Dia di negri dimana kita tak pernah pergi
Tak ada jalan menuju kesana.
Engkau mesti bertanya bulan dan awan.

Kudaku kutambatkan,
sayapku kukenakan.
Kudatangi bulan dan awan.
Kau akan menemuinya di saat mentari jadi raja.
Di saat sang awan gelap tak berani datang.
Dia ada di danau seberang.

Saat mentari jadi raja, dan awan gelap tak berani datang.
Aku mendatangi danau seberang.
Kutemukan dia di sana,
menatapku seperti aku menatapnya.
Berbaju seperti baju yang kukenakan.
Tak lelah aku memandang.
Akhirnya kutemukan.

Menembus Cakrawala

Ditepian sebuah danau aku memandang airnya yang begitu tenang.
Riak-riaknya yang berkejar-kejaran,
berlomba-lomba menuju garis finish.
Angin pun bertiup sepoi-sepoi menyemangatinya.

Merebahkan diri,
dikelilingi rumput-rumput hijau
yang tumbuh segar dimusim hujan,
melepaskan sejenak pikiranku,
kubiarkan dia liar sejenak
menembus cakrawala dogma-dogma yang kukenal.

Awan-awan kegalauan terlalu tebal untuk disingkirkan.
Berharap cahaya pencerahan jiwa menembus kepekatannya.
Hangatnya kebebasan terlalu nyata,
meskipun terkadang ku tak berani memimpikannya.

Kudekatkan telingaku ke tanah,
berharap mendengar degup nafas rerumputan.
Arrgh... Khayalan absurd mulai menguasaiku.
Abstraksiku atas nilai-nilai yang ada bergoyang.
Berharap pijakan iman kuat terpatri dalam jiwa.

Aku harus menembus cakrawala.
Batasan-batasan yang ada dalam diriku kan ku terjang.
Teriakanku kan menggema,
menggetarkan awan-awan kegalauan.
Penyakit-penyakit hatiku akan gemetar,
berlarian tak karuan,
tak ada tempat yang tersisa untuk makar.

Aku harus menembus cakrawala.
Aku rindu mendengar jantungku mendendangkan kemenangan.
Gembira tersingkapnya tirai-tirai kegelapan.
Tak jemu aku memandang sinar pencerahan.

Aku pasti menembus cakrawala.

Saturday, January 2, 2010

Setetes Air Sakti

Duhai penjaga air sakti,
bolehkah aku meminta setetes saja?
Kudengar khasiatnya menyembuhkan hati yang mati.

Pergi, pergi, bukan engkau yang menemuiku.
Tapi aku yang datang padamu untuk memberi.

Apakah aku tak masuk kualifikasimu?
Ataukah aku harus memenuhi syarat-syarat tertentu?

Pergi, pergi, jangan bertanya padaku.
Aku yang memberitahu.

Akupun terdiam membisu.
Susah payahku selama ini hanyalah lukisan di tepi pantai.
Aku tak mau menyerah.
Dia melirik aku melirik.
Dia menggaruk aku menggaruk.
Tetap saja dia tak memandangku.

Hatiku harus kuobati.
Tekadku sudah mantap.
Kudengar hanya air sakti yang bisa mengobatiku.
Akan kutunggu sampai berhasil.

10 purnama berlalu,
dia menghampiriku.
Aku pun menghampirinya.
Tamu, apakah engkau yakin dengan permintaanmu.
Kuanggukkan kepalaku.
Sebenarnya tak ada air sakti di dunia ini.
Engkau hanya mencari fatamorgana.
Kembalilah, kerjakan hal lain.
Aku tak mau, hatiku sedang sakit.
Ada yang salah dalam hatiku.
Sepertinya ada yang rusak.

Dia hanya terdiam.
Menarik nafas panjang dan berpesan:
Tak ada yang bisa membantumu.
Tanyakan pada si pembuat hati,
Dia tahu cara memperbaiki.
Dia pun menghilang dari indraku.
Aku terpaku dan diam dalam sendiri.

Di sebuah Halte

Di sebuah halte aku menanti.
Begitu banyak orang datang dan pergi.
Kendaraan pun lalu-lalang tak berhenti.
Setia aku menanti tak terusir oleh mentari.

Di sebuah halte aku menanti.
Beberapa belia tertawa berseri-seri,
tak punya beban di hati.
Usia yang diberi, sangat dinikmati.

Di sebuah halte aku menanti.
Penjaja kaki lima dihampiri.
Tak lama kemudian mereka bertransaksi.
Dari mulutnya ku dengar Allah dipuji.

Di sebuah halte aku menanti.
Kulihat kendaraanku menghampiri.
Kubawa diriku hingga aku di dalam berdiri.
Tak lupa kubacakan doa,
semoga Allah merestui.

Friday, January 1, 2010

Berceritalah

Ceritakan padaku rasa dukamu
Hingga ringan bebanmu
Langkahmu akan mantap
Tak ada awan gelap yang menutupi fikirmu

Berbagilah denganku rasa gembiramu
Tak pernah aku merasa cukup
Aku serakah melihatmu berbinar
Ceriakanlah waktuku

Bisikanlah aku doamu
Biar tak pernah merasa sendiri dirimu
Kan kutemani kau dalam penantianmu

Berceritalah padaku apa saja yang kaurasa
Singkirkanlah sekat-sekat keengganan
Buanglah tirai keterasingan
Jangan kau sembunyikan rasa lemahmu
Engkau kan kuat dengan berbagi

Ceritamu layaknya hujan kemesraan
Membasahi keringnya dahaga kerinduan
Biarkan dia yang menumbuhkan benih-benih rasa keterikatan
Bukan karena keterpaksaan melainkan keikhlasan,
yang senantiasa disinari ujian kehidupan.

Kumelihat Peri Cinta

Aku melihat peri cinta,
dari sepasang suami istri,
bergandengan tangan mengarungi bahtera.
Dia meniupkan awan-awan kesabaran,
perisai dari mentari cobaan.

Aku melihat peri cinta,
dia mengelilingi seorang ibu yang menyusui,
menyanyikan lagu kegembiraan,
sakit dan lelah tak pernah singgah,
keluh kesah digantikan naungan senyum kasih sayang.
Senyum simungil harta yang tak terbeli.

Aku melihat peri cinta,
mengedip-ngedip genit pada seorang lelaki,
yang bekerja dari pagi hingga sore untuk anak istri.
Tangannya memegang jantungnya,
energi cinta memompa smangatnya.
Kerinduan memecutnya bak kuda balapan.

Aku melihat banyak peri cinta,
berterbangan mengelilingi sebuah negara,
rakyatnya penuh cinta sesama,
mengedepankan sujud dibanding angkara,
pekerja-empunya, kaya-papa berkarya sebagai hamba.

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato