Dua puluh tahun yang lalu,
setiap pukul 6.30 pagi aku terbiasa melihat mentari.
Sinarnya memandikanku,
kehangatannya menyegarkan nadiku.
Udara segar memberikan semangat kehidupan.
Pengendara sepeda berkejar-kejaran memenuhi jalanan.
Tak peduli dengan keringat,
kayuhannya seolah tak mengenal lelah.
Kini aku tinggal di kota yang berbeda.
Tetapi semangat 6.30 pagi hari terasa sama.
Orang bersesak-sesakkan dengan kendaraannya.
Berlomba-lomba dengan tenggat waktu masuk kantor,
masuk sekolah, dan urusan lainnya.
Serasa tidak afdol kalau jalanan tidak ramai.
Masing-masing punya tujuan yang berbeda-beda.
Berbagi di ruas jalan yang sama,
mengalir bak air sungai yang mengikuti jalurnya.
Tak selamanya pelanggan jalan mengamati suasana perjalanannya.
Terkadang pikirannya melayang-layang,
penuh beraneka ragam bunga khayalan dan kenangan.
Cita-cita, impian-impian, atau mungkin problem-problem yang dihadapi.
Pukul 6.30 pagi di Jakarta,
layaknya ritual rutin penyerbuan pusat-pusat perkantoran di mulai.
Semakin siang semakin lambat aliran manusia,
volumenya meningkat dengan pesat.
Hingga mencapai waktu luruhnya.
Pukul 6.30 pagi hanyalah sebuah snapshot,
dari aliran waktu yang tak hingga,
sesaat dari keabadian.
Saturday, January 9, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
air mata
akar
akhirat
Allah
angin
apresiasi
balon
bayangan
beban
benci
berkelana
bidadari
biji zarah
buah
buku
CCL(1)
CCL(2)
CCL(3)
CCL(4)
cemas
cerita
cerita absurd
cerita cinta
cerita puitis
cermin
cinta
cinta pergi
cita-cita
damai
danau
daun
detik
doa
dua sahabat
dunia
ekspresi
gadis
garis tangan
gerimis
gratis
gula
hak
hamba
harapan
harimau
hati
hidup
hujan
ide
ilmu
imajinasi
inspirasi
internet
istana
jarak
jeda
jejak
jemu
jerat
jiwa
kakek
kantuk
kelu
kenangan
kewajiban
khayalan
komentar
kondisi sosial
kotak pandora
kreasi
kunci
langit
langkah
lapar
lelaki
lucu
lupa
malam
mangga
mata
matahari
mendung
menikah
mentari
merdeka
mimpi
motivasi
Nabi Muhammad
nafas
naga
nasehat
noktah
ombak
paceklik
pagi
panah
pantai
pantun
pasir
pedagang
pelangi
pemain utama
pemanis
pemberani
pengelana
perasaan
percaya
perisai
perjuangan
pertanyaan
pesawat
pidato
pohon
prasangka
PRH1
PRH2
provokator
puisi
puisi absurd
puisi cinta
puisi islam
puisi jati diri
puisi motivasi
puisi rindu
purnama
pusaka
raja
razia
rindu
rintik-rintik
romantis
ruang hampa
ruang romantis
RYM1
RYM2
RYM3
RYM4
sahabat
sang penyair
sastrawan
sayap
sedih
sehat
selancar
semangat
sembunyi
semut
senang
sepi
sombong
sujud
surga
syair
syukur
tangga
tanya
tari
teh
terlena
timbangan
top up
tunggu
waktu
wudlu
No comments:
Post a Comment