Tuesday, April 6, 2010

Aku Menulis Puisi

Aku menulis puisi tentang manusia dan jiwanya. Jiwanya yang meronta meminta apa yang dipanggilnya hak. Rumah kurang mewah. Mobil terlalu jadul. Wanitanya tak cukup jelita. Dia berteriak mana hakku. Tangannya mengepal ke langit. Matanya melotot menatap ke semua orang. Beri aku hakku.

Aku menulis puisi tentang manusia dan jiwanya. Jiwanya menunduk rendah tak berani menengadah. Berkata lirih aku punya berkarung-karung beban yang kunamai kewajiban. Istriku, diriku, ayahku, ibuku, anakku, cucuku, keponakanku, saudaraku, temanku, negaraku, agamaku, semut yang lewat di depan rumahku, kucing yang mengeong mesra di malam hari, tanaman yang kusiram setiap hari, dan lain lain. Tak mungkin kusebutkan satu persatu. Dia hanya menunduk sambil memandang tangannya yang dua itu. Punggungnya hanya satu meski tegap, tak yakin aku dia mampu. Bebannya berkarung-karung itu akan menjatuhkannya. Tetapi ia memandangku tulus. Tulislah saja puisimu.

Aku menulis puisi tentang manusia dan jiwanya. Kulukiskan seorang yang tak peduli apa itu hak dan apa itu kewajiban. Hidupnya dari matahari ke matahari. Hidupnya dari tarikan nafas ke tarikan nafas. Hidupnya dari lapar ke lapar. Ujarnya 'maaf mas boro-boro mikir hak, boro-boro mikir kewajiban. Kami ini orang-orang yang dieksploitasi. Ketika pemilu tiba, berita-berita di mass media, dan dalam puisi-puisi. Entah kenapa kami selalu ada?'.

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato