Monday, April 26, 2010

Rindu yang Menggigit (1) - Dua Bulan Purnama Menanti

Ketika matahari mulai lelah dihari itu
Dan tenggelam secara perlahan memberi gelap
Bulan dan bintang pun menghiasi malam
Sesosok tubuh wanita yang terbalut dengan kain
Menutup setiap jengkal auratnya dengan rapi
Memanjatkan doa kerinduan pada penciptanya
Dengan lembut dan sepenuh hati ia berucap:
'Duhai penciptaku tak tertahankan rindu ini di hati'
'Rindu ini menggigiti semua jengkal jiwaku'
'Tak menyisakan ketegaran untuk melangkah'
'Hanya ingatan diriku pada Mu yang membuat ku bertahan'
'Hanya ingatan diriku pada Mu yang membuat ku tetap berharap'
'Hanya ingatan diriku pada Mu yang mengikatku pada kata setia'
Dan ia pun mengakhiri keluhannya dengan berlinang kerinduan

Tubuhnya telah lama sendiri tak dipagut
Tubuhnya telah lama sendiri berjauhan dari suaminya
Yang pergi mencari kesempatan yang lebih baik bagi mereka
Yang pergi dengan harapan memanen cita-cita
Cita-cita yang diberi nama berkecukupan
Cita-cita yang diberi nama bebas dari hutang
Cita-cita melawan ketidakpastian dalam hidup
Sudah dua bulan lamanya  rindu belum terhapuskan
Bahkan oleh SMS-SMS yang paling mesra yang pernah dibuat
Dirinya sakit
Sakit rindu yang berat
Bahkan bila malam mulai merambat
Tubuhnya menggigil
Tulangnya ngilu
Hatinya gundah gulana
Dan ia pun bertambat pada Penciptanya
Mengharapkan kata-kata setia masih melekat dalam hatinya
Mengharapkan kata-kata setia masih melekat dalam raganya

Malam itu tepat dua bulan purnama ia sendiri
Gundah gulananya menguasai jiwa mengalahkan jernihnya akal
Gundah gulananya menguasai jiwa mengalahkan nurani sucinya
Ia biarkan matanya menelusuri langit-langit
Ia biarkan pikirannya mengumpulkan semua kenangan suaminya
Dan ia pun semakin sakit
Dan ia pun semakin rindu
Dan ia pun memanggil nama suaminya lirih
Dan ia pun memanggil Sang Penciptanya untuk mengeluh
Air mata rindunya menetes
Malam itu bantal basahnya menemaninya hingga subuh
Kelelahan dalam rindu yang membuatnya tidur
Sejenak terlupa sakitnya rindu

Pagi menjelang dan iapun bekerja
Ditempat kerja ia tak pernah bisa berkonsentrasi
Ditempat kerja ia berusaha membenamkan rindunya
Ditempat kerja ia berusaha menjadi sehat
Pekerjaan yang ada dijadikannya obat
Tetapi.....
Detik demi detik
Menit demi menit
Jam demi jam
Dilaluinya dengan kenangan-kenangan yang memenuhi ruang fikirnya
Tak ada tempat baginya untuk lari
Tak ada tempat baginya ruang bebas
Bahkan dengan pekerjaan yang menumpuk
Bahkan dengan pekerjaan yang menyita waktu
Ia dimakan bulat-bulat oleh rindu yang menggigit
Terkadang matanya menatap kosong
Terkadang mulutnya bergumam nama suaminya
Terkadang ia menjatuhkan sesuatu
Ia merasa sendiri
Ia merasa sepi
Meski tak sendiri
Meski tak menyendiri
Dan kini telah dua bulan purnama ia menanti
Ia semakin tak dapat mengendalikan diri
Ia semakin merasa tak menentu
Apakah karena penantian sekian lama
Apakah karena dua bulan purnama?

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato