Monday, April 5, 2010

Pergilah Paceklik

Penuh peluh lelaki yang menelan ludah
Berjalan menuju pematang
Terik menyengat membuat kulit matang
Meskipun diri masih mampu membajak.
Bahkan awan-awan telah lari
Meninggalkan langit bersih tanpa hiasan
Biru sebirunya
Lapang selapangnya cakrawala.
Kerbau-kerbaunya meracau
Meminta sejenak keteduhan
Dan ia mendengarkannya
Mereka diteduhkan.

Ia pun menarik nafas
Mengitari sawahnya
Menari tari kesuburan
Memantrai tanah
'Subur..suburlah...'
Ia mengulanginya seribu kali
Telapak kakinya menepuk bumi berkali kali
Telapak tangannya menepuk udara berkali-kali
Mulutnya komat-kamit
'Subur..suburlah...'
Sejenak dua jenak ia terhenti
Melangkah pergi ke ilalang
Merebahkan diri ke bumi
Ia mengetuk-ngetuk
Ia berbisik
'Aku sudah menari...'
'Aku sudah menyanyi...'
'Duhai Sri saatnya engkau menumbuhkan benihku...'

Ketika benih tumbuh semata kaki
Ia pun bebinar
Berdiri di pematang melepaskan pandang harapan
Ingin kembali ia menari
Baru bergerak sebentar
Seruan hangat menembus hatinya
'Jangan duakan Dia...'
'Berdoa sajalah pada Ilahi, semesta mendengar, bumi pun patuh'
Maka ia membasuh wudlu
Tari diganti sholat
Transformasi nilai sesaat menjadi
Maka ia berbisik disujudnya
'Allah Tuhanku jauhkan hama dari padiku'
Harapnya sepenuh harap
Pintanya sepenuh pinta

Waktu berjalan
Padipun berbuah
Menguning diantara kehijauan yang samar
Ia meneteskan bahagia
Bersujud kembali tuk bersyukur
Maka ia pun menyeru
Menyeru pada awan
Menyeru pada angin
Menyeru pada langit
Menyeru pada bumi
'Pergi...pergilah paceklik..'

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato