Wednesday, April 7, 2010

Kubacakan Puisi di bawah Gerimis

Gerimis yang melenggak-lenggok tertiup angin. Seakan-akan turun tak berjalur. Angin membawanya kesana kemari. Seakan-akan menggambarkan rinduku.

Aku pun menarik nafasku. Mengambil ancang-ancang, memberanikan diri, menenangkan gejolak. Dua tiga kali kulakukan. Kebranian mulai lepas dari sekatnya. Suaraku sudah siap untukmu.

Aku pun membacakan puisi. Dalam gerimis yang dingin. Dalam rindu yang terombang-ambing. Untuk seseorang disana. Yang mungkin melupakan rindu. Yang mungkin tak pernah merasa gamang. Yang mungkin tak pernah merasakan gerimis. Dingin...

Gerimis pun kan berakhir. Tetapi puisiku belum berakhir. Ini bukan mantra memanggil hujan, bukan pula penangkalnya, ianya rasa rindu yang menggigil. Rindu yang sangat dingin membuat sejenak kelu lidahku. Puisiku belum berakhir. Tetapi gerimis tlah usai.

Dingin, dingin, aku tiba-tiba cengeng, menetes rinduku menggantikan gerimis.Aku berhenti, tak sanggup. Saatnya menunggu gerimis lagi. Agar puisiku merdu terdengar, karena rinduku yang dingin terpancing. Jiwaku, alam, puisi, serasa satu dalam rindu yang dingin, dalam gerimis yang dingin, dalam ucapanku yang dingin. Semuanya menyatu, harmonisasi, menggapai merdu.

Jika gerimis tiba ingatlah aku. Ingatlah rinduku. Ingatlah cintaku.

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato