Friday, April 23, 2010

Cerita Cinta yang Lara (3) - 100 Puisi

Kaki langit telah memecahkan telur mentari
Dan warna gelap pergi terusir oleh binarnya
Soetrisno menegakkan dirinya dari pembaringan
Kini sinar duka yang berbinar suram telah mulai sirna
Rupanya ia telah menemukan sebuah pijakan harapan
Atau ia telah mampu menutup lukanya
Atau ia telah sejenak lupa akan lukanya
Menghampiri meja tempat ia berkarya
Ia pun menatapku dan berkata
'Sakit ini berkurang setiap aku menulis puisi'
'Aku akan menulis 100 puisi'
'Aku akan mengusir rasa sakitku dengan 100 puisi'
Ia pun tersenyum
Ia pun berlinangan air mata
Meski tak sederas dulu
Meski tak selemah dulu
Cintanya masih memberinya hadiah berbentuk kepedihan

Kepedihan itu akan dikeluarkan dari dadanya
Kepedihan itu akan diukirnya dalam puisi
Kepedihan itu akan ditanamnya dengan tinta ke dalam kertas-kertasnya
Agar ia bisa melanjutkan hidup
Agar hidupnya dapat diwarnai lagi
Mungkin dengan cinta yang lain
Mungkin dengan cita-cita yang lain
Mungkin dengan harapan-harapan yang lain
Dia sudah berniat
Dan kini ia sibuk bergulat
Mengeluarkan kepedihannya
Yang terkunci rapat meskipun ia sudah menumpahkannya dalam genangan air mata

Tangannya sibuk menari-nari
Menggoreskan kepedihan demi kepedihan
Matanya sudah mulai tak berair
Apakah ia tak sedih lagi ataukah telah kering dan habis air matanya
Tapi ia tak kan pernah peduli dengan pertanyaan itu
Ia hanya ingin menulis dan menulis
Hingga semua kepedihannya berpindah ke atas kertas
Hanya itu yang ia harapkan
Dan hanya itu yang kini ia kerjakan
Hari demi hari
Malam demi malam
Ia terus mengukir kesedihannya
Ia terus mengeringkan air matanya
Ia terus menyembuhkan lukanya
Hingga puisi ke 100
Hingga karyanya yang ke 100
Hingga akhirnya air matanya dapat ia tahan
Hingga ia merasakan lelah yang luar biasa
Tetapi ia tersenyum
Ia tersenyum dengan sepenuh hati
Ia tersenyum menunjukkan kepuasan
Ia tersenyum merasa sebagai jiwa yang sehat
Ia tersenyum karena ia akhirnya bisa merasakan senyum

Cintanya memberi hadiah kepedihan
Kepedihan menghadiahinya senyuman terindah
Kepedihan menghadiahinya 100 puisi
Digenggamnya 100 lembar puisi-puisinya
Dibacanya satu demi satu dengan perlahan
Dibacanya satu demi satu dengan penuh rasa
Dibacanya satu demi satu dengan senyuman disetiap akhir puisinya
Dibacanya satu demi satu dengan binar-binar kehidupan
Dan matanya tak sembab lagi
Dan ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya
Terbahak-bahak tiba-tiba
Dalam kesendiriannya ia tertawa setelah menangis
'Ah lepas juga beban ini.... aku bebas'
'Kepedihanku berbuah 100 puisi'

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato