Tersenyum ia sejadi-jadinya
Senyuman dari dalam sanubari yang terluka
Senyuman yang mengkerut-kerutkan sejenak wajahnya
Senyuman bak air embun diterik matahari di jam 12
Luka hatinya sejenak segar
Luka hatinya sejenak terlupakan
Luka hatinya sejenak mengering
Tapi masih perih
Tapi matanya masih berlinang
Pemuda itu menatap, menengadah, dan menatap puisinya
Berulangkali menatapnya....berulangkali menarik nafas
Menyeka air matanya yang menggenang di sudut - sudut mata
Menyeka kesedihannya agar segera sirna
Berkurangkah ia...
Bebannya yang menggunung apakah menjadi pantai kelak?
Puisinya jawaban lukanya
Puisinya jawaban ragunya
Puisinya jawaban cintanya yang pedih
Ia tersenyum kembali
Dengan suara perlahan dan serak dibacanya puisi itu perlahan-lahan
Seperlahan datangnya harapan ke dalam jiwanya
Yang berbisik pada telinga jiwanya agar bangkit
Yang berbisik pada telinga jiwanya agar hidup kembali
Merebahkan diri merasakan tanah
Mulutnya bergumam mengalahkan suara lebah
Membaca puisinya
Mengkerutkan tubuhnya seolah ingin lahir kembali
Atau ia terlalu rindu dengan rahim ibunya
Rahim yang ia tempati 25 tahun yang lalu
Rahim yang mengikat jiwanya dan memberinya status anak
Rahim yang mengikat jiwanya dan memberi kesempatan untuk berbakti
Rahim yang mengikat jiwanya dan memberinya cinta dari wanita tercantik di dunia
Wanita yang terlembut di dunia
Wanita yang terkuat di dunia
Yang memberi nama dirinya Soetrisno (cinta yang lebih baik)
Dan kini ia merasakan cinta itu
Cinta yang lebih baik dari miliknya
Dan kini ia mengerti perasaan ibunya itu
Ah... Soetrisno adalah nama yang indah
Ia pun bergumam kembali mengalahkan suara jangkrik
Dan ia pun meringkuk merasakan sensasi tulang-tulangnya
Merasakan semuanya dan membayangkan ibunya
Merasakan semuanya dan membayangkan ayahnya
Tiba-tiba ia merasa sangat bangga dengan dirinya
Dirinya adalah anak ayahnya dan ibunya
Mereka dua jiwa yang dicintainya
Mengingatkannya untuk bangkit
Mengingatkannya untuk mengepakkan sayap cinta
Mengingatkannya untuk mengepakkan sayap harapan
Mengingatkannya untuk mengepakkan sayap cita-cita
Dan tiba-tiba ia tegar...
Tetapi cintanya masih pedih
Matanya sembab dan tergenang
Matahari pun masuk ke peraduan
Pemuda itu masih mengkerutkan tubuhnya di atas tanah lantai rumahnya
Ia membiarkan pipinya bertanah
Tanah yang setiap saat ia injak
Tanah yang setiap saat ia seka
Kini memberinya tanda di pipinya yang basah
Meskipun terasa ia membiarkannya
Ia membiarkan pipinya kotor
Ia juga membiarkan kesedihan menguasanya lagi
Ia juga membiarkan angan-angannya kotor
Kotor dengan ketakutan-ketakutan
Kotor dengan amarah yang berujung tapi tak berpangkal
Kotor dengan sumpah serapahnya
Kotor dengan untung rugi yang dibenaknya
Ia menatapku lembut
Ia berbisik pada ku di kejauhan
'Kenapa aku dulu baik padanya....'
Menatapku kembali, kemudian menatap bintang yang mulai genit bekerlip
Kemudian menatap bulan yang indah sendiri
Ah...dia belum mampu melawannya
Perlahan ia bangun
Dan bergumam membaca puisinya
Dan bergumam mencaci maki bulan
Dan bergumam mencaci maki bintang
Mulutnya melontarkan kata-kata terkotor yang pernah ditujukan bulan dan bintang
Mulutnya melontarkan kata-kata terkotor yang pernah ia ucapkan
Mulutnya melontarkan kata-kata terkotor yang tak pernah layak kita dengarkan
Dan ia bergumam membaca puisinya
Dan ia bersuara keras membaca puisinya
Dan ia berteriak-teriak keras membaca puisinya
Di atas bukit yang dipenuhi edelweis
Dimana dirinya tinggal sendiri
Sendiri penuh luka
Sendiri dengan setitik sinar harapan
Tak peduli, terus berteriak
Tak peduli, terus mengusir lukanya
Akhirnya nafasnya tersengal-sengal
Tetapi ia tersenyum
Dan berkata padaku
'Kubaca puisiku, dan biarlah kulepas sedikit sedihku'
Ia tersenyum tetapi cintanya masih pedih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
air mata
akar
akhirat
Allah
angin
apresiasi
balon
bayangan
beban
benci
berkelana
bidadari
biji zarah
buah
buku
CCL(1)
CCL(2)
CCL(3)
CCL(4)
cemas
cerita
cerita absurd
cerita cinta
cerita puitis
cermin
cinta
cinta pergi
cita-cita
damai
danau
daun
detik
doa
dua sahabat
dunia
ekspresi
gadis
garis tangan
gerimis
gratis
gula
hak
hamba
harapan
harimau
hati
hidup
hujan
ide
ilmu
imajinasi
inspirasi
internet
istana
jarak
jeda
jejak
jemu
jerat
jiwa
kakek
kantuk
kelu
kenangan
kewajiban
khayalan
komentar
kondisi sosial
kotak pandora
kreasi
kunci
langit
langkah
lapar
lelaki
lucu
lupa
malam
mangga
mata
matahari
mendung
menikah
mentari
merdeka
mimpi
motivasi
Nabi Muhammad
nafas
naga
nasehat
noktah
ombak
paceklik
pagi
panah
pantai
pantun
pasir
pedagang
pelangi
pemain utama
pemanis
pemberani
pengelana
perasaan
percaya
perisai
perjuangan
pertanyaan
pesawat
pidato
pohon
prasangka
PRH1
PRH2
provokator
puisi
puisi absurd
puisi cinta
puisi islam
puisi jati diri
puisi motivasi
puisi rindu
purnama
pusaka
raja
razia
rindu
rintik-rintik
romantis
ruang hampa
ruang romantis
RYM1
RYM2
RYM3
RYM4
sahabat
sang penyair
sastrawan
sayap
sedih
sehat
selancar
semangat
sembunyi
semut
senang
sepi
sombong
sujud
surga
syair
syukur
tangga
tanya
tari
teh
terlena
timbangan
top up
tunggu
waktu
wudlu
No comments:
Post a Comment