Thursday, May 13, 2010

Rindu yang Menggigit (4) - Buku Cinta

Setahun tak terasa telah melaju.
Wanita itu masih teguh memeluk erat rindu hatinya.
Gigitannya tajam dan dalam, baik ditubuhnya, baik dijiwanya.
Godaan-godaan yang merenggangkan telah dihadapinya dengan keyakinan.
Ia menggenggam dengan kuat dan tak mau melepaskan rindu itu.
Meskipun pernah sekali ia tergelincir.
Itupun justru makin memperkuat kerinduan dan keyakinan.
Saat kebangkitannya itulah rindunya tak berteman dengan sangsi.
Saat kebangkitannya itulah rindunya berteman dengan keyakinan.
Keyakinan yang tertempa oleh cobaan.
Keyakinan yang tertempa oleh keadaan.
Keyakinan yang tertempa oleh waktu.
Rindu itu kini sudah matang.
Buah dari perjuangannya melawan waktu.
Buah dari perjuangannya sendiri dalam sepi.
Buah dari perjuangannya mempertahankan cinta yang teruji.

Hari ini genap setahun ia menunggu.
Penantiannya akan segera berakhir.
Malam-malamnya tak lagi sepi.
Karena hari ini kekasihnya, obat rindunya akan datang.
Sejak semalam sebelumnya ia telah berbenah.
Menghaluskan rambut-rambutnya yang pernah ia lupakan.
Melembutkan aroma tubuhnya.
Mempercantik wajahnya dengan apa saja yang ada.
Dan pagi ini ia tersenyum melihat dirinya dicermin.
Ceria menghiasi bibirnya mesti belum bertemu.
Wajahnya berbinar-binar memancarkan semangat.
Berpatut dan terus berpatut, memandang cermin tanpa jemu.
Pagi itu waktu baginya terasa sangat cepat.
Hingga akhirnya ia mendengar ketukan di depan pintu.
Ia pun tersenyum dan bergegas.
Mengintip, kemudian bersyukur.

Saat itu dua jiwa yang terpisahkan jarak bertemu.
Saat itu sepasang jiwa yang terpisahkan jarak merasa lengkap.
Tawa atau tangis tak tahu mana yang dahulu.
Dekap hangat, kecupan mesra meleburkan rindu mereka.
Rupanya ke dua hati itu sama-sama bahagia dapat bertemu.
Rupanya ke dua hati itu sama-sama memendam rindu yang besar.
Mereka berdua pun menikmati waktu yang melaju.

Mereka saling bertukar cerita tanpa henti.
Mereka saling tertawa mengupas kebahagiaannya.
Mereka saling berpelukan menebus perpisahan yang lalu.
Hingga malam memberi bulan dan bintang.
Hingga kedua jiwa itu merasa damai sejenak.

Laki-laki itu bercerita tentang perjuangannya mencari nafkah.
Rintangan demi rintangan yang ia lalui, ia ceritakan dengan penuh semangat.
Meskipun terkadang cerita itu sudah pernah ia sampaikan dalam SMS.
Berulangkali ia menekankan rasa tanggung jawabnya untuk memberikan hidup yang lebih baik.
Berulangkali ia menekankan rasa cintanyalah yang mampu membuatnya bertahan.
Tangannya terkadang meremas kuat-kuat jemari istrinya.
Tatapnya dan ekspresinya memberi keyakinan akan kebenaran mulutnya.
Terkadang ia sengaja memandang lekat-lekat wajah didepannya.
Mencari-cari adakah keraguan atau yang tak dimengerti dari ucapannya.
Dan ia pun rela mengulang cerita yang lalu untuk sekedar menghilangkan ragu istrinya.
Terkadang ia sengaja membiarkan istrinya menyelanya.
Dan menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan.
Ia pun tersenyum-senyum, senang sekali melihat ekspresi tanya itu.
Terkadang ia membiarkan istrinya dalam tanya, dan menjawabnya dalam pelukan.
Kemesraan mengental di saat itu.

Wanita itu membiarkan suaminya bercerita penuh tentang perjuangannya.
Ia sengaja tak berbagi cerita dulu tentang perjuangan melawan rindunya.
Wanita itu sesekali bertanya tentang ucapan-ucapan kekasihnya.
Bukan sekedar basa-basi pembunuh waktu, tetapi rasa perhatian dan keinginan tahunya yang mendalam.
Hingga ia merasa lelaki itu tak ada cerita lagi.
Kini ia pun berganti bercerita tentang hari-hari penantiannya.
Kekasihnya mendengarkannya dengan penuh antusias.
Tatapan mata mereka terkadang saling bertemu.
Tatapan mata mereka terkadang saling berpijar.
Dan mereka membiarkan pijar-pijar itu hidup.

Sejenak kemudian wanita itu memberikan sebuah buku.
Kekasihnya membaca dan membaca, selembar demi selembar.
Saat itu juga dengan penuh seksama.
Terkadang ia tersenyum kecil.
Terkadang ia tertawa.
Terkadang raut mukanya terharu.
Meskipun tidak meneteskan air mata.
Buku itu berisi semua SMS yang pernah mereka saling kirimkan.
Dan dibeberapa tempat diceritakan isi hatinya atas SMS itu.
Isi hatinya yang terkadang kecewa.
Isi hatinya yang terkadang jengkel.
Isi hatinya yang terkadang gembira.
Isi hatinya yang penuh rindu.

Dan malam itu setelah buku itu ditutup.
Lelaki itu menutup malam dengan pelukan.
Lelaki itu menutup malam dengan kecupan.
Dan di saat pagi menjelang.
Mereka sadar, ada yang sangat berharga yang telah mereka dapatkan.
Bahkan melebih materi yang mereka perjuangkan.

No comments:

Post a Comment

Bahasa Merdu - Puisi Cinta

Bahasa Merdu - Pidato