Dikeheningan malam,
saat diri tenggelam dalam sejuta tanya jawab
yang tak berujung pangkal,
saat ujar-ujar para tetua terngiang-ngiang,
nasehat-nasehat sahabat-sahabat
yang mengayun-ayunkan timbangan keputusan atas kebimbanganku,
kutundukkan kepalaku ke dalam sajadah,
kupasrahkan pada Nya.
Kehidupan laksana lautan lepas,
Kehidupan laksana lautan lepas,
dan kita adalah jiwa yang harus mengarunginya.
Ombak-ombak kebimbangan selalu mampu menyeret kita,
menjauhkan kita dari tepi pantai kebebasan.
Kenangan akan begitu berharga,
Kenangan akan begitu berharga,
bagaimana kita yang lemah ini mampu mencapai pantai kebebasan.
Ombak yang mengombang-ambingkan kita.
Sebentar ke kiri sebentar ke kanan,
tak bergerak kemana-mana.
Lalu sebenarnya dari mana kekuatan itu muncul.
Benarkah karena kita yang perkasa?
Ataukah ombak-ombak itu yang bosan menggoda kita?
Timbul tenggelam berulangkali,
Timbul tenggelam berulangkali,
tanpa daya.
Cobalah kau lihat seekor semut yang jatuh ke dalam sungai, amatilah.
Kecil kemungkinannya dia hidup.
Bukan aku menakut-nakuti diriku,
bukan aku merendahkan kita,
khalifah di muka bumi.
Aku hanya sekedar mencoba menikmati,
saat ketidakberdayaanku sebagai hamba.
Saat sebuah harapan atau doa terlepas begitu saja.
Saat itulah sebenarnya saat kebebasan kita.
No comments:
Post a Comment